(Penulis: Fransisca Ajeng Handayani. Editor: Bagus Adhi Nugroho)
Sadô atau yang lebih dikenal dengan upacara minum teh, adalah salah satu budaya Jepang yang tetap dipertahankan hingga saat ini. Sadô biasanya dilakukan ketika ada tamu yang berkunjung ke rumah. Ketika melakukan sadô, ada ruangan khusus yang digunakan, ada 4 benda yang wajib ada yaitu hana (bunga), shodô (kaligrafi Jepang), dougu (alat sadô), okashi (kue). Empat hal tersebut melambangkan musim, waktu dan lawan bicara. Sadô adalah salah satu bentuk omoiyari atau keramahtamahan yang dilakukan tuan rumah. Tuan rumah akan memikirkan hal-hal yang dapat membuat tamu nyaman. Misalnya apabila tamu menyukai warna merah, maka tuan rumah akan menyiapkan bunga berwarna merah. Contoh lain apabila tamu menyukai kue yang manis, maka tuan rumah akan menyediakan kue manis.
Dalam kesempatan ini, peserta didik yang belajar Bahasa Jepang di SMA Katolik Santo Albertus mencoba sadô yaitu membuat dan meminum teh hijau, yang juga dipandu oleh native speaker dari Jepang yaitu Yuzu Takeya. Yuzu sensei (sebutan untuk guru Bahasa Jepang), membantu mengajar Bahasa Jepang di SMA Katolik Santo Albertus dari bulan Oktober 2019 hingga Maret 2020. Alat-alat yang digunakan didatangkan dari Jepang. Alat-alat tersebut merupakan pinjaman dari Japan Foundation yang juga memberi bantuan native speaker Bahasa Jepang. Sebenarnya dalam sadô, tuan rumah yang membuat teh, tetapi supaya bisa mengerti, maka masing-masing peserta didik membuat teh dan meminumnya. Sebelum meminum teh ada banyak hal yang harus dipelajari dan dilakukan, yaitu seiza (cara duduk ala Jepang) dan ojigi (memberi hormat dengan cara membungkukkan badan).
Peserta didik dibagi ke dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 7 orang. Masing-masing menerima chawan (mangkuk teh), mengisinya dengan matcha (bubuk teh hijau) yang diambil dari natsume (wadah bubuk teh) dengan menggunakan chashaku (sendok teh). Setelah itu mengisinya dengan air panas dan mengaduknya dengan chasen (pengaduk teh) secara cepat dan berlawanan arah sampai berbuih. Sebelum minum teh ada beberapa aturan yang harus dilakukan. Peserta didik harus mengucapkan “osakini” yang artinya saya menikmati lebih dahulu, kepada teman sebelah. Setelah itu melakukan ojigi lalu makan kue terlebih dahulu. Ketika kue habis, peserta didik mengucapkan “osakini” kepada teman sebelah, melakukan ojigi, mengucapkan “otemae choudai shimasu” yang artinya selamat makan, kepada Guru, melakukan ojigi setelah itu minum teh. Peserta didik harus berhati-hati ketika minum teh, bagian chawan yang bergambar harus menghadap ke diri sendiri supaya bisa mengagumi gambar ketika menunggu saat minum teh tetapi ketika minum teh harus diputar ke arah kanan 2x dengan tujuan supaya mulut tidak mengotori gambar ketika minum. Setelah minum, harus mengucapkan rasa the, misal oishii desu yang artinya enak, atau nigai desu, yang artinya pahit.
Beberapa hal yang dapat dipelajari dari sadô yaitu peserta didik dapat mengetahui perbedaan keramahtamahan terhadap tamu yang dilakukan orang Jepang. Meskipun Jepang negara maju, mereka tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional, serta mempertahankan budaya minum teh untuk kesehatan.
Next